TEKNOLOGI PENGOLAHAN MINYAK JELANTAH MENJADI ENERGI: DALAM PERSPEKTIF AL ISLAM & KEMUHAMMADIYAHAN
Permasalahan lingkungan yang timbul akibat penggunaan minyak goreng secara berulang-ulang dan pembuangan minyak jelantah (waste cooking oil) telah menjadi isu global yang mendesak untuk segera diatasi. Minyak jelantah, sebagai limbah yang kaya akan senyawa organik dan lemak, memiliki potensi besar untuk mencemari lingkungan jika tidak dikelola dengan bijaksana. Limbah ini dapat merusak kualitas air tanah, mencemari sungai dan lautan, serta mempercepat degradasi tanah. Selain itu, pencemaran yang ditimbulkan dari pembuangan minyak jelantah secara sembarangan juga dapat memengaruhi kesehatan masyarakat melalui rantai makanan yang tercemar. Hal ini menjadikan minyak jelantah sebagai salah satu tantangan utama dalam pengelolaan limbah domestik maupun industri.
Dalam perspektif Islam, menjaga kelestarian bumi adalah amanah yang tidak dapat diabaikan. Allah SWT memberikan tanggung jawab kepada manusia sebagai khalifah di muka bumi untuk menjaga keseimbangan alam dan mencegah kerusakan. Hal ini ditegaskan dalam firman Allah: “Dan apabila dia pergi, dia berusaha merusak di bumi dan menghancurkan tanaman-tanaman dan binatang-binatang ternak. Padahal Allah tidak menyukai kerusakan.” (QS. Al-Baqarah: 205). Ayat ini mengingatkan bahwa perusakan terhadap lingkungan, termasuk melalui pembuangan limbah seperti minyak jelantah, adalah tindakan yang tidak sesuai dengan ajaran Islam. Sebaliknya, umat Islam diajarkan untuk menjaga harmoni dengan alam dan memanfaatkan sumber daya dengan cara yang bertanggung jawab.
Meskipun sering dianggap sebagai limbah yang tidak berguna, minyak jelantah memiliki potensi besar untuk dimanfaatkan kembali, terutama sebagai sumber energi terbarukan. Melalui inovasi teknologi, minyak jelantah dapat diolah menjadi biodiesel dengan proses transesterifikasi atau digunakan langsung sebagai bahan bakar alternatif. Pemanfaatan ini tidak hanya mengurangi limbah yang mencemari lingkungan, tetapi juga mendukung transisi menuju energi bersih yang berkelanjutan. Dalam pandangan Islam, upaya ini selaras dengan firman Allah: “Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan segala yang ada antara keduanya dengan bermain-main.” (QS. Al-Anbiya: 16). Ayat ini menegaskan bahwa setiap ciptaan Allah memiliki tujuan, manfaat, dan hikmah yang harus digali dan dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya oleh manusia. Mengolah minyak jelantah menjadi energi terbarukan adalah salah satu cara manusia untuk menjalankan perannya sebagai pengelola bumi yang bertanggung jawab, sekaligus memanfaatkan anugerah Allah secara optimal untuk kebaikan bersama.
Sebagai organisasi Islam yang peduli terhadap isu sosial dan lingkungan, Muhammadiyah memberikan perhatian serius pada pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan. Dalam Fikih Transisi Energi Berkeadilan, Muhammadiyah menggarisbawahi pentingnya mempercepat transisi menuju energi bersih yang ramah lingkungan, seperti tenaga surya, angin, dan air. Muhammadiyah tidak hanya menawarkan solusi praktis terhadap krisis energi, tetapi juga menyampaikan pesan penting bahwa menjaga lingkungan adalah bagian dari keadilan yang diajarkan Islam. Melalui pemanfaatan minyak jelantah sebagai energi terbarukan, Muhammadiyah menegaskan bahwa setiap langkah yang diambil untuk melestarikan bumi adalah wujud kepatuhan kepada Allah SWT, sekaligus bentuk kontribusi nyata untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik bagi umat manusia.
Pengolahan minyak jelantah menjadi energi dapat dilakukan melalui berbagai metode, dua di antaranya adalah proses transesterifikasi dan penggunaan langsung sebagai bahan bakar. Meskipun keduanya bertujuan untuk memanfaatkan minyak jelantah sebagai sumber energi, masing-masing memiliki mekanisme kerja, tingkat kompleksitas, dan aplikasi yang berbeda. Berikut adalah penjelasan mengenai perbedaan kedua metode tersebut.
- Transesterifikasi adalah proses kimia yang kompleks untuk mengubah minyak jelantah menjadi biodiesel melalui reaksi dengan alkohol (seperti metanol) dengan bantuan katalis. Proses ini melibatkan pemecahan molekul trigliserida menjadi senyawa methyl ester (biodiesel) dan gliserin sebagai produk sampingan. Langkah-langkahnya meliputi pemanasan, pencampuran bahan kimia, dan pemurnian untuk memastikan biodiesel berkualitas tinggi yang dapat digunakan pada mesin diesel tanpa modifikasi. Proses ini memerlukan pengelolaan yang cermat dan menghasilkan produk sampingan bernilai, seperti gliserin, yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan industri lainnya.
- penggunaan langsung minyak jelantah sebagai bahan bakar alternatif adalah metode sederhana yang hanya membutuhkan penyaringan minyak untuk menghilangkan kotoran sebelum digunakan pada tungku atau mesin yang telah dimodifikasi. Tidak ada reaksi kimia yang diperlukan, sehingga proses ini lebih praktis dan murah. Namun, keberhasilannya sangat bergantung pada desain tungku yang mampu menyediakan suplai udara yang cukup untuk memastikan pembakaran sempurna. Meskipun lebih ekonomis, metode ini memiliki keterbatasan dalam efisiensi energi dan pengendalian emisi dibandingkan dengan biodiesel hasil transesterifikasi.
Perbedaan utama kedua metode terletak pada tujuan dan skala penerapannya. Transesterifikasi menghasilkan biodiesel yang sesuai dengan standar komersial, cocok untuk kebutuhan energi dalam skala besar atau industri. Di sisi lain, penggunaan langsung minyak jelantah lebih tepat untuk skala kecil, seperti bahan bakar tungku rumah tangga. Dengan memadukan kedua metode, limbah minyak jelantah dapat diolah secara lebih optimal, menjadikannya sumber energi alternatif yang efisien dan berkelanjutan.
Dalam konteks nilai-nilai Islam, Muhammadiyah memandang penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai kewajiban umat Islam untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Pemanfaatan minyak jelantah sebagai energi terbarukan mencerminkan penerapan nilai-nilai Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah (PHIWM), dengan penjelasan berikut:
- Penguasaan Ilmu Pengetahuan untuk Dunia dan Akhirat
Muhammadiyah menekankan pentingnya ilmu pengetahuan untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Pemanfaatan teknologi, seperti pengolahan minyak jelantah menjadi biodiesel, mencerminkan penggunaan ilmu untuk kesejahteraan umat dan kelestarian lingkungan. Sebagaimana diingatkan dalam QS. Al-Qashas ayat 77: “Dan, carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (pahala) negeri akhirat, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia. Berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.”
- Sifat Ilmuwan: Kritis, Terbuka, dan Berbasis Nalar
Muhammadiyah menekankan pentingnya berpikir kritis, terbuka, dan menggunakan nalar dalam menghadapi tantangan zaman, termasuk dalam penerapan teknologi. Hal ini sesuai dengan ajaran dalam QS. Al-Isra’ ayat 36: “Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya itu akan dimintai pertanggungjawabannya.”
- Integrasi Ilmu dengan Iman dan Amal Shaleh
Muhammadiyah mengajarkan bahwa ilmu pengetahuan harus diterapkan dengan dasar iman dan amal shaleh. Teknologi pengolahan minyak jelantah menjadi biodiesel, yang mendukung kelestarian lingkungan, adalah contoh penerapan ilmu yang dapat meningkatkan derajat manusia di hadapan Allah, sebagaimana disebutkan dalam QS. Al-Mujadilah ayat 11: “Allah akan mengangkat orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat.”
- Kewajiban Mengajarkan Ilmu untuk Kemanfaatan Umat
Pemanfaatan ilmu pengetahuan untuk kemaslahatan umat, termasuk pengajaran teknologi pengolahan minyak jelantah, merupakan kewajiban yang harus dijalankan. Sebagaimana disebutkan dalam QS. Al-Baqarah ayat 151: “Sebagaimana (Kami telah menyempurnakan nikmat Kami kepadamu) Kami telah mengutus kepadamu seorang rasul dari kalangan kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu, menyucikan kamu, dan mengajarkan kepadamu Kitab dan Hikmah, serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui.”
- Tradisi Mencari Ilmu untuk Peradaban Islam
Muhammadiyah mendorong tradisi mencari ilmu dalam masyarakat sebagai sarana membangun peradaban yang berkemajuan. Pemanfaatan teknologi untuk mengolah minyak jelantah, misalnya, tidak hanya memecahkan masalah lingkungan tetapi juga menjadi langkah untuk membangun budaya ilmiah di kalangan warga Muhammadiyah, yang sejalan dengan prinsip Islam dalam QS. Al-Alaq ayat 1-5: “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmu yang Maha Pemurah, yang mengajarkan dengan pena, mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.”
Pemanfaatan teknologi untuk mengelola minyak jelantah menjadi energi terbarukan tidak hanya mendukung keberlanjutan lingkungan, tetapi juga mencerminkan nilai-nilai Islam sebagai solusi atas tantangan global. Muhammadiyah telah merumuskan pandangan strategis dalam menghadapi perkembangan teknologi, dengan menekankan pentingnya sikap adaptif dan kritis terhadap teknologi 4.0 dan 5.0. Teknologi harus dimanfaatkan untuk kemaslahatan umat tanpa mengorbankan nilai-nilai Islam. Salah satu penerapan nyata adalah konversi biodiesel dari minyak jelantah, yang membantu mengurangi limbah dan menyediakan energi alternatif. Muhammadiyah berperan dalam memanfaatkan teknologi untuk kebaikan umat sekaligus menjaga kelestarian alam. Isu perubahan iklim dan energi terbarukan menjadi agenda penting yang ditekankan oleh Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Abdul Mu’ti. Melalui Program 1.000 Cahaya yang digagas oleh Majelis Lingkungan Hidup (MLH) dan didukung oleh Lazismu, Muhammadiyah berfokus pada penyelamatan lingkungan serta pengembangan energi terbarukan. Selain itu, MLH juga meluncurkan buku Fiqih Energi Berkeadilan yang bertujuan mendukung transisi energi yang adil, dengan menekankan pentingnya kelestarian sumber daya alam, keberlanjutan lingkungan, serta keadilan sosial dan ekonomi. Komitmen Muhammadiyah untuk mendukung transisi menuju energi bersih juga tercermin dalam upayanya untuk berperan aktif dalam mencapai target Net Zero Emission pada tahun 2060. Pemanfaatan teknologi pengolahan minyak jelantah menjadi energi terbarukan adalah salah satu bentuk implementasi dari komitmen tersebut, yang tidak hanya mendukung gerakan energi berkelanjutan, tetapi juga memberikan kontribusi nyata dalam menghadapi krisis lingkungan. Muhammadiyah mendorong setiap institusi dalam Persyarikatan untuk aktif berperan dalam gerakan ini.
Kesimpulannya, permasalahan lingkungan yang ditimbulkan oleh pembuangan minyak jelantah dapat diatasi dengan memanfaatkan teknologi untuk mengolahnya menjadi energi terbarukan, seperti biodiesel. Pemanfaatan ini sejalan dengan ajaran Islam yang menekankan pentingnya menjaga kelestarian bumi dan mengelola sumber daya dengan bijaksana. Muhammadiyah, sebagai organisasi Islam, berkomitmen untuk mendukung transisi energi bersih dan berkelanjutan, serta mempercepat upaya penyelamatan lingkungan. Dengan mengadopsi teknologi yang ramah lingkungan, Muhammadiyah memberikan kontribusi nyata dalam menciptakan kehidupan yang lebih baik dan mendukung target global Net Zero Emission 2060.
Penulis:
Annisa Vada Febriani